Oleh : Adrinal Tanjung |
Kerja di era kini tak sama dengan masa lalu. Di masa lalu kerja itu dilakukan di kantor. Saat ini kerja bisa dilakukan dimana saja. Saya punya rekan yang sering membantu dalam hal penerbitan buku. Dia terlihat santai. Terlihat santai itu bukan berarti tak bekerja. Dia begitu produktif. Jam kerjanya itu tak seperti orang kantoran. Dia bisa bekerja di mana saja, kapan saja. Asal ada internet. Saya beberapa kali minta bantuannya untuk mengerjakan berbagai hal. Utamanya tentu lay out buku dan membuat cover calon buku. Untuk pekerjaan lain rekan ini juga bisa membantu. Saat ini saya memintanya untuk membantu menyiapkan web site untuk komunitas yang saat ini saya pimpin.
Untuk pekerja kreatif termasuk saya, kerja itu tak harus di kantor. Kerja kami biasanya di kafe sambil menikmati secangkir cafe latte dan pisang goreng hangat. Kami bisa duduk berjam jam. Jika perlu diskusi bisa dilakukan via zoom. Sebegitu berubahnya gaya bekerja saat ini.
Dalam waktu dekat kami akan melaksanakan peluncuran buku di Komunitas Sabisabu. Judul buku masih dirahasiakan. he he. Kami juga akan membuat kartu anggota Komunitas. Pengukuhan pengurus. Untuk buku yang akan diluncurkan ditulis oleh seorang rekan yang baru menyelesaikan Program Doktoral di salah kampus ternama di Indonesia. Kebetulan saya satu kantor dengan rekan ini. Tampilannya sederhana, namun keilmuannya jangan ditanya. Saya beruntung mengenalnya di empat bulan terakhir. Beberapa rencana mulai mengemuka untuk kami eksekusi.
Pekerjaan kreatif menulis dan menjadi anggota komunitas tidak selalu harus bertemu muka secara langsung. Jika frekuensi sama, maka pertautan hati bisa terjadi. Begitulah kami anggota Komunitas Sabisabu. Kami hanya bertemu via zoom dan diskusi via grup WA atau lewat japri. Jika bisa bertemu langsung, itu bonus dan kebetulan saja. Setahun terakhir saya kian getol melakukan perjalanan dan silaturrahmi ke berbagai kalangan untuk mengajak banyak birokrat menulis dan mengenalkan komunitas.
Bekerja di kantor saat ini, saya mendapat berbagai hal baru termasuk kesempatan dan tantangan baru yang kian menarik. Saya katakan lagi, berpindah unit kerja ke kantor saat ini, sayap literasi saya kian lebar.
Menulis di Komunitas Sabisabu
Menulis di Komunitas Sabisabu begitu sederhana. Mulailah dari hal yang sederhana, dari pengalaman hidup. Termasuk tugas dan pekerjaan yang sudah dan sedang dijalani. Menulis yang kami lakukan difasilitasi lewat grup WA. Tiap orang bisa menulis pengalaman yang pernah dialami, lalu tulisan dishare di grup untuk minta tanggapan dan masukan. Cara ini cukup efektif. Sekitar dua bulan setelah kami saling berbagi dan menulis bersama, buku antologi yang kami tulis bisa terbit.
Untuk pengembangan komunitas, kami merencanakan besok kami akan berjumpa. Hanya beberapa orang saja untuk membantu saya. Mendiskusikan kegiatan tiga bulan dan enam bulan ke depan. Semakin konkrit, harapannya demikian.
Doa yang terwujud
Tiga tahun lalu, saat melewati rumah besar di dekat rumah kediaman Bandung. Saya berdoa dalam hati agar punya kantor dan rumah sebesar yang saya lihat tiga tahun lalu itu. Meskipun tak persis sama, mimpi itu sedikit lagi jadi nyata. Rumah 2 lantai plus roof top dengan 1 kamar tidur dan kamar kerja di lantai 3. Rumah di lokasi tanah seluas 255 m tersebut telah berdiri bangunan dua lantai. Tambahan lantai tiga untuk ruang diskusi dan roof top bisa memandang Kota Bekasi dari j=kejauhan, termasuk KA Cepat WHOOS. Maka nikmat Tuhan yang mana yang kamu dustakan. Jalan literasi ini terlihat makin pasti dan menjanjikan. Harus dikelola lebih baik lagi.
Saya tentu saja harus berterima kasih pada diri sendiri. Yang begitu kuat, tak mudah menyerah. Saya juga harus berterima kasih kepada keluarga kecil saya. Yang tak bisa saya lupakan peran dan dukungan mereka buat saya. Keluarga besar di Ranah Minang. Dukungan para tokoh, rekan, dan sahabat.
Saya semakin meyakini bahwa kata adalah doa. Sesuatu yang kita sebut berulang ulang akan terwujud. Meniatkan sesuatu dengan tekad yang kuat, saya yakini akan terwujud. Percaya kata hati. Itu juga yang selalu saya lakukan. Tak mau hanya mengikuti apa yang biasa dilakukan orang banyak. Rutinitas tanpa legacy. Menjadi berbeda itu memang tak mudah. Kadang menyakitkan.
Namun daripada memikirkan apa kata orang, lebih baik menjadi diri sendiri. Saat orang meyakinkan saya untuk bisa melompat lebih tinggi, naik jabatan. Saya rasa itu bukan cita cita saya. Saya hanya ingin kebebasan, otonomi, dan kreativitas dalam berpikir dan berkarya.
Saat ini saya mulai mendpatkan apa yang saya cita citakan tersebut. Dengan posisi jabatan fungsional Madya, saya kira saya beruntung. Saya juga beruntung berada di unit kerja yang menghargai kerja professional dan menjunjung kreatifitas. Dengan kondisi tersebut saya semakin leluasa menulis dan berkarya. Sejalan dengan tugas saya di unit kerja saat ini.
Jabatan tak akan membahagiakan saya jika saya merasa terbebani dan harus membuat banyak orang senang. Itu bukan diri saya. Saya pahami betul keterbatasan diri. Saya pahami betul tekanan dan suara hati yang sulit untuk diatur. Saya sering mengatakan jabatan selevel Administrator itu sudah jauh dari cukup.
Semakin ke sini, semakin saya pahami bahwa putusan saya tak mengejar jabatan itu tak selamanya salah. Masih banyak hal yang bisa saya kerjakan di ruang ruang kreatif untuk mebahagiakan diri. Dan saya pastikan itu membuat nilai dan juga memberi makna dalam perjalanan saya hingga saat ini.
Kembali ke rumah dua lantai plus roof top, ruang kerja dan ruang kreatif. Saya sering menikmati heningnya malam di lantai tiga ini. Sambil menikmati malam dan melihat bintang bintang. Merenung dalam hening. Melaksanakan shalat sambil bermunajat kepada Yang Maha Kuasa. Agar Langkah ini selalu diberi kemudahan. Saya kian optimis, yakin usaha sampai.
(Bersambung)
Jakarta, 7 Februari 2024