Oleh : Adrinal Tanjung
Kemarin sore, perjalanan saya dari Jakarta menuju Bandung tidak hanya sekadar perjalanan fisik, tapi juga perjalanan reflektif. Dua jam total perjalanan , saya berusaha menikmati setiap waktu berlalu. Kereta cepat Whoosh membawa saya menjelajah ruang dan waktu, diikuti dengan feeder dari Padalarang menuju Stasiun Bandung. Perjalanan masih berlanjut menggunakan taksi menuju penginapan. Bandung—Paris Van Java yang selalu memikat hati.
Setibanya di penginapan , usai melaksanakan shalat Magrib, saya memilih untuk sejenak beristirahat di kamar penginapan. Untuk menenangkan pikiran, saya memutar video youtube beberapa tembang masa lalu. Tembang Wajah Kekasih yang dipopulerkan oleh Siti Nurhaliza, namun dengan sentuhan dan suara Tito Munandar yang memukau. Lagu yang penuh kenangan ini seolah memberikan ketenangan, meresap dalam jiwa, dan menghibur hati yang lelah setelah perjalanan panjang.
"Oh mimpi yang terindah, jelmalah dalam nyata..."
Lirik ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga harapan, meskipun perjalanan hidup penuh tantangan. Seperti mimpi yang tercermin dalam lagu ini, kita pun harus berani mewujudkan impian terbesar kita menjadi kenyataan, tidak peduli seberapa jauh atau sulitnya perjalanan itu. Harapan adalah bahan bakar yang membuat kita terus melangkah, meski terkadang langkah terasa berat. Cita-cita yang kita genggam harus terus dipupuk dengan keyakinan dan kerja keras, karena hanya dengan itulah impian kita bisa menjadi kenyataan. Jangan biarkan apapun, sekecil apapun, memadamkan api harapan yang menyala dalam hati kita. Setiap langkah yang kita ambil, walaupun penuh rintangan, adalah bagian dari perjalanan untuk meraih impian yang lebih besar.
Di tengah keseharian yang sibuk ini, saya menyadari betapa pentingnya memberi waktu untuk diri sendiri, untuk menikmati momen kebahagiaan sekecil apapun. Karena kebahagiaan kita, adalah pilihan kita sendiri.
Menulis untuk Meninggalkan Warisan Pengetahuan
Tugas saya kali ini membawa saya dalam misi yang penuh gairah dan semangat: menulis dan menerbitkan buku serta majalah yang akan menjadi sarana penting bagi manajemen pengetahuan di institusi tempat saya bekerja. Tugas ini bukan hanya tentang menyusun kata demi kata, tetapi juga tentang memberikan kontribusi nyata untuk kemajuan bersama. Buku dan majalah ini akan menjadi kendaraan untuk menyebarkan ilmu dan pengetahuan yang sangat dibutuhkan, bukan hanya untuk organisasi tetapi untuk banyak orang yang mencari pencerahan.
Ketika saya menulis, saya tahu bahwa ini lebih dari sekadar pekerjaan. Ini adalah upaya untuk membangun sesuatu yang bertahan lama, sebuah legacy yang akan memberi manfaat bagi banyak generasi yang akan datang.
Memperkaya Wawasan dan Menumbuhkan Semangat
Hari Selasa adalah salah satu hari penuh diskusi yang membuka wawasan. Sebelum berangkat ke Bandung, saya bersama tim melakukan wawancara dengan Bapak Budi Sulistio, Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI). Kami mendiskusikan Tacit Knowledge, sebuah konsep manajemen pengetahuan yang akan dituangkan dalam buku yang memuat perjalanan hidup dan karir salah satu pimpinan kami yang memasuki masa purna bhakti. Diskusi yang begitu cair dan penuh makna ini berlangsung hampir dua jam, penuh dengan ide-ide segar yang menambah semangat kami untuk terus berkarya. Tekun, Taft, Sederhana itu yang saya simpulkan dari diskusi di ruang yang nyaman di salah satu lantai Wisma 46 BNI Jl Jenderal Sudirman, Jakarta.
Usai diskusi dan wawancara saya dan tim bersegera ke kantor untuk persiapan perjalanan dinas ke Bandung. Sebelum meninggalkan kantor, saya juga menyempatkan diri untuk berdiskusi dengan Pak Deputi, sosok yang begitu menginspirasi saya dengan kisah dan perjalanan hidup beliau. Beliau telah berkarir di BPKP hampir empat dekade dengan berbagai capaian. Dalam diskusi tacit knowledge buku Raden Suhartono, Keikhlasan dalam Meniti Karir, saya juga memohon dukungan untuk buku terbaru saya yang berjudul Musi Dua Delapan Sembilan. Buku ini terinspirasi oleh kisah reuni Akbar 35 tahun SMA 2 Padang Angkatan 89, yang menyimpan begitu banyak kenangan dan pelajaran hidup.
Tiga hari sebelumnya, saya memohon Pak Deputi untuk memberikan testimony untuk buku saya. Beliau pun berkenan. Kemaren saya meminta dukungan lain, agar buku Musi Dua Delapan Sembilan bisa segera terbit. Beliau pun menyatakan kesiapan untuk mendukung penerbitannya. Saya merasa sangat bersyukur dengan dukungan luar biasa tersebut. Terkadang, dalam perjalanan menulis, kita akan dipertemukan dengan orang-orang yang memberi kejutan-kejutan, yang membuat kita terus melangkah maju.
Menulis untuk Mencerahkan dan Menginspirasi
Kini, dengan dua buku yang tengah saya susun, satu buku untuk institusi dan satunya lagi buku inspirasi Reuni Akbar, saya berharap semuanya akan berjalan lancar dan sesuai harapan. Dua buku tersebut, diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi dan pencerahan bagi banyak orang.
Menerbitkan buku bukan hanya tentang menulis, tetapi tentang berbagi kisah, berbagi pengetahuan, dan memberi sesuatu yang bermanfaat bagi dunia.
Tidak Ada yang Mudah, Tapi Semua Pantas Diperjuangkan
Hidup ini penuh dengan perjuangan. Tidak selalu mudah, dan tidak semua hal berjalan sesuai rencana. Namun, yang terpenting adalah terus berjuang dan tidak pernah menyerah. Dalam setiap langkah, kita belajar untuk menjadi lebih baik, untuk terus memberikan yang terbaik, dan untuk mewujudkan cita-cita dan harapan kita.
Bagi saya, menulis adalah salah satu cara untuk memperjuangkan sesuatu yang lebih besar—sebuah legacy yang bisa menginspirasi, memberikan ilmu, dan mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati datang dari perjalanan itu sendiri. Semoga kedua buku ini, yang akan terbit, menjadi bagian dari perjalanan yang lebih besar lagi, dan bisa menginspirasi banyak orang untuk terus berjuang mencapai impian mereka.