Oleh : Adrinal Tanjung
Di antara ribuan kata yang kita ucapkan, ada bisikan-bisikan terdalam yang tak sekadar mengalun di udara—doa. Ia seperti benang halus yang menjahit harapan, mengikat hati pada Sang Maha Mendengar. Bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang-orang terkasih: sahabat yang setia mendampingi, keluarga yang menjadi akar kehidupan, dan kerabat yang menghangatkan jalan. Semoga mereka pun diberi kesempatan untuk menyentuh tanah suci Baitullah, merasakan debu Ka'bah melekat di kening, dan menitikkan air mata di Multazam.
Saya percaya, ilmu yang tertulis adalah doa yang terus mengalir, bahkan ketika tangan yang menulisnya telah berhenti.
Doa adalah kekuatan yang tak terlihat, namun mampu mengubah takdir. Ia mengajarkan kita bahwa di balik keterbatasan manusia, ada kuasa Ilahi yang sanggup merangkai yang mustahil menjadi nyata. Seperti janji-Nya dalam Qur’an Surah Ghafir ayat 60: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya.” Kata-kata ini bukan sekadar penghibur, tapi jaminan yang menghidupkan keyakinan: Allah tak pernah mengabaikan bisikan hamba-Nya, bahkan ketika jawaban datang dalam cara yang tak terduga.
Saat di tanah suci, saya masih membayangkan kesibukan kantor terkait deadline yang mengejar, saya belajar memandang pekerjaan sebagai bagian dari ibadah. “Ya Rabb, jadikanlah hari-hariku di tempat ku bekerja untuk senantiasa memiliki sikap ikhlas dalam melaksanakan tugas, dan satukan kami dalam tim yang saling menguatkan.” Doa-doa ini kupanjatkan di depan Ka’bah, usai subuh ketika langit mulai memancarkan sinar.
Baitullah, rumah Allah yang suci, disebut sebagai tempat terkabulnya doa. Di sana, jutaan hati bersimpuh, merendah, dan menyerahkan segala kerinduan. Tapi hakikatnya, doa tak terbatas pada tempat. Setiap sudut bumi bisa menjadi “Baitullah” bagi jiwa yang ikhlas. Yang terpenting adalah kesungguhan: merasa kecil di hadapan-Nya, namun yakin bahwa doa-doa itu diangkat ke langit.
Kita berdoa bukan karena mampu mengatur hidup, tapi karena percaya ada Yang Maha Mengatur. Semua doa itu adalah benih yang ditanam dengan tawakal. “Ya Allah, jika ini adalah jalan untukku berkontribusi, jadikanlah prosesnya ringan dan hasilnya bermakna.”
Tugas kita hanyalah terus berbisik, bersyukur, dan mempercayai waktu-Nya. Mari sematkan doa terbaik untuk semua tugas yang sedang kita kerjakan dan orang-orang yang kita sayangi. Untuk rekan kerja yang menjadi saudara dalam perjuangan, keluarga yang selalu menyirami jiwa dengan cinta, dan sahabat yang menjadi cermin ketulusan. Semoga langkah mereka dipermudah, hati diberi ketenangan, dan pintu-pintu kebaikan terbentang lebar.
Dan untuk diri sendiri: semoga kita tak pernah letih mengulurkan tangan ke langit, karena di sanalah segala kemustahilan menemui jalan pulang.
Aamiin, ya Rabbal ‘alamin.
Masjidil Haram, 10 April 2025