Dari Dua Benua Menuju Dua Kota Suci

Rabu, 16 April 2025 Last Updated 2025-04-16T09:17:36Z

Oleh Adrinal Tanjung

Family is like music
Some high notes,
Some low notes,
But always a beautiful song.
(Anonim)


Sebelum melangkahkan kaki ke dua kota suci—Mekkah dan Madinah—untuk melaksanakan ibadah umrah, Allah memberikan kesempatan istimewa bagi kami sekeluarga untuk menjejak dua kota bersejarah di Turki: Bursa dan Istanbul. Dalam perjalanan tiga hari dua malam itu, kami membangun kembali ruang-ruang kebersamaan yang selama ini mulai tergerus oleh waktu dan rutinitas.

Di era kini, kebersamaan dalam keluarga menjadi sesuatu yang semakin langka. Anak-anak tumbuh dengan dunianya masing-masing, dengan kesibukan dan aktivitas yang kian padat. Di sisi lain, saya dan istri pun disibukkan dengan tanggung jawab dan pekerjaan kami masing-masing. 


Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang seharusnya mendekatkan, kadang justru menciptakan jarak dalam interaksi. Maka perjalanan ini, meski singkat, menjadi momen yang begitu berharga—bukan hanya sebagai persiapan spiritual menuju Baitullah, tapi juga sebagai waktu untuk saling menatap, berbincang, dan menguatkan kembali ikatan sebagai keluarga.

Singgah selama dua malam di Turki, sebelum menuju Tanah Suci, menghadirkan suasana hangat dalam dinginnya udara Istanbul dan Bursa. Perjalanan ini menjadi ruang untuk berinteraksi secara utuh—tanpa gangguan layar, tanpa distraksi agenda kerja. Hanya ada tawa, percakapan, dan semangat bersama dalam menjelajahi jejak sejarah dan budaya Islam.


Jakarta, Jeddah,  dan Istanbul

Perjalanan dimulai dari Jakarta dengan pesawat Saudia Airlines menuju Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Setelah transit sekitar tiga jam, perjalanan dilanjutkan menuju Bandara Istanbul. Setibanya di Istanbul, rombongan langsung bergerak menuju Kota Bursa, kota yang pernah menjadi ibu kota awal Kesultanan Utsmaniyah. Sore menjelang malam itu, udara dingin menyambut kedatangan kami. Sekitar pukul 20.00 waktu setempat, kami tiba di hotel untuk beristirahat dan menyiapkan energi untuk petualangan esok hari.

Keesokan paginya, setelah menikmati sarapan khas Turki di hotel, kami memulai eksplorasi Kota Bursa. Kami mengunjungi sejumlah tempat bersejarah, di antaranya makam para sultan Utsmaniyah dan masjid-masjid besar yang masih berdiri megah. Di tempat-tempat itu, kami tidak hanya melihat keindahan arsitektur, tetapi juga merasakan kedalaman sejarah Islam yang dulu begitu berjaya. Perjalanan dilanjutkan dengan makan siang bersama dan kunjungan ke sentra oleh-oleh lokal, di mana kami membeli beberapa buah tangan khas untuk dikenang.

Yang paling membahagiakan dalam perjalanan ini bukan hanya destinasi yang kami tuju, tetapi momen-momen kecil yang kami alami bersama. Tawa anak-anak, obrolan hangat di tengah perjalanan, serta saling mengabadikan momen dengan kamera—semuanya menjadi penguat kebersamaan yang selama ini dirindukan.


Selat Bosphorus Ikon Istanbul

Malam berikutnya, rombongan menuju Kota Istanbul, kota terbesar di Turki dan pusat peradaban yang memikat. Hari di Istanbul dimulai dengan kunjungan ke pusat oleh-oleh terbesar di kota itu, sebelum melanjutkan perjalanan menuju Selat Bosphorus, ikon yang membelah dua benua: Asia dan Eropa. Menyusuri selat dengan kapal feri bersama rombongan menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Udara dingin begitu menusuk kulit, namun kegembiraan, candaan, dan semangat menjelajah membuat kami tak terlalu peduli dengan rasa dingin itu.

Dari Bosphorus, kami bergerak menuju Hagia Sophia, sebuah monumen luar biasa yang pernah menjadi gereja, masjid, museum, dan kini kembali menjadi masjid. Di tempat ini, kami menunaikan sholat Dzuhur dan Ashar. Ada rasa haru dan takjub ketika beribadah di tempat yang begitu sarat sejarah, seolah menyatukan masa lalu dan masa kini dalam satu ruang spiritual. Usai sholat, kami menikmati makan malam di sekitar kawasan Hagia Sophia dan membeli cendera mata untuk dibawa pulang.

Malam terakhir di Istanbul kami habiskan dengan tenang. Masing-masing dari kami menyimpan pengalaman dalam hati—tentang perjalanan, sejarah, dan yang paling penting: waktu yang kami habiskan bersama. Keesokan harinya, kami bersiap untuk meninggalkan Istanbul dan melanjutkan perjalanan ke Jeddah, menuju tanah suci Mekkah untuk menunaikan ibadah umrah.


Menyiapkan Hati Menuju Baitullah

Perjalanan ke Bursa dan Istanbul bukan sekadar persinggahan, tetapi bagian penting dari proses menyiapkan hati dan jiwa sebelum sampai di Baitullah. Ia menjadi pembuka yang mengajak kami merenung akan jejak-jejak Islam masa lalu, sekaligus mempererat nilai-nilai keluarga yang kerap terlupakan di tengah hiruk-pikuk kehidupan.


Waktu memang singkat, namun maknanya begitu dalam. Dari lorong sejarah Utsmaniyah, dari masjid-masjid tua yang menyimpan keteguhan iman, dari selat yang menghubungkan dua benua, hingga obrolan hangat di meja makan—semuanya menjadi bagian dari perjalanan yang utuh. Sebuah anugerah yang layak disyukuri dan dikenang sepanjang hidup.

Garut, 16 April 2025

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Dari Dua Benua Menuju Dua Kota Suci

Trending Now

Profil

iklan