Oleh : Adrinal Tanjung
Perjalanan spiritual saya baru saja usai tiga hari yang lalu, saat mendarat di Bandara Soekarno Hatta Tangerang Banten. Selama 10 hari di Tanah Suci bersama keluarga dan rombongan. Umrah kali ini diawali di Madinah, kota yang damai, penuh kelembutan, dan sarat kenangan Rasulullah. Empat malam yang menghadirkan ketenangan dan ruang untuk menyelami makna. Kemudian dilanjutkan menuju Makkah Al-Mukarramah, kota yang menjadi pusat dari segala rindu, harapan, dan sujud. Empat malam berikutnya dilalui dengan penuh haru—tawaf, sa’i, doa, dan air mata.
Hari ini saya berada di Garut di sebuah tempat yang tenang dan nyaman untuk kembali memulai aktivitas rutin sebagai abdi negara. Pagi ini, keindahan alam Garut menjadi inspirasi tersendiri untuk merangkai kata dan mengendapkan makna.
Saya duduk tenang saat sarapan pagi, ditemani alunan musik tradisional Sunda yang mengalun lembut di ruang makan. Di hadapan, gunung menjulang gagah, berdiri anggun seperti penjaga alam. Persis di depan restoran, kolam renang memantulkan langit yang jernih. Semua tampak tenang, penuh damai. Maka nikmat Tuhan yang mana yang kamu dustakan?
Keberkahan dan Kesempatan
Dalam keheningan ini, pikiran melayang. Mengenang banyak keberkahan dan kesempatan yang hadir dalam beberapa tahun terakhir—di balik tantangan yang tak selalu ringan. Namun hari ini, saya belajar untuk memandang hidup dari sisi-sisi terbaiknya. Good vibes, good life. Ternyata, semuanya bisa dijalani. Tak sesulit yang dulu sempat dibayangkan.
Beberapa waktu lalu, saya berkeinginan untuk kembali menginjakkan kaki di Garut. Hari ini, keinginan itu terwujud—bukan sekadar liburan, tetapi dalam rangka menyelesaikan tugas penting terkait manajemen pengetahuan. Sebuah bagian dari legacy seorang pimpinan, untuk generasi berikutnya.
Yang lebih menggetarkan, tiga hari yang lalu saya baru saja pulang dari Tanah Suci. Delapan malam yang penuh haru—empat malam di Madinah, yang damai dan menghangatkan hati. Empat malam di Makkah, tempat air mata, rindu, dan doa bercampur dalam setiap sujud. Rasanya masih sulit diungkapkan dengan kata. Pengalaman spiritual itu meninggalkan jejak yang dalam—membasuh jiwa, menata ulang arah hidup.
Kehadiran dan Kontribusi Terbaik
Di antara doa-doa yang saya panjatkan di sana, ada yang terasa begitu sederhana, namun justru paling membekas: doa agar tugas ini bisa benar-benar berdampak, bukan hanya selesai. Agar apa yang dikerjakan memberi manfaat, menumbuhkan nilai, dan memperkuat warisan ilmu bagi masa depan. Saya memohon agar tugas ini rampung di waktu yang tepat, dengan hasil yang terbaik dari segenap kemampuan diri. Dan lebih dari itu—saya memohon agar kehadiran saya di ruang kerja memberikan kontribusi terbaik dan kehadiran yang bernilai.
Doa-doa itu mungkin sederhana, tidak terdengar megah, namun penting untuk disampaikan kepada Pemilik alam semesta. Karena hanya dengan izin-Nya, upaya yang kecil bisa menjadi bermakna. Hanya dengan ridha-Nya, karya yang dilakukan bisa memberi jejak kebaikan yang panjang.
Disambut Rapat dengan Pimpinan
Begitu tiba kembali di Tanah Air, tugas negara sudah menanti. Hari pertama bekerja langsung disambut rapat bersama para pimpinan, disusul dengan wawancara penting dengan seorang tokoh terkait penulisan buku Capture Knowledge—upaya merawat, menyusun, dan menyebarkan pengetahuan agar tak hilang ditelan waktu.
"Fa idza faraghta fanshab"
"Maka apabila engkau telah selesai (dari satu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)."
Ayat ini menjadi pengingat sekaligus penggerak. Bahwa setelah sujud dan munajat, ada amanah yang harus ditunaikan. Bahwa ibadah dan kerja saling melengkapi. Bahwa keberkahan sejati hadir saat spiritualitas bertemu dengan tanggung jawab sosial dan intelektual.
Pagi ini, saya memilih untuk melangkah perlahan namun penuh makna. Menggabungkan hikmah dari Tanah Suci dengan keindahan Garut, lalu meneruskannya ke dalam karya dan pengabdian. Karena setiap hari adalah halaman baru yang bisa kita isi dengan makna—untuk diri sendiri, dan untuk banyak orang.
Semoga tetap semangat dan terus berkarya.
Garut, 15 April 2025